Cakka memberanikan
diri membuka matanya begitu ia merasa aman. Padahal ia sudah pasrah saja
membiarkan dirinya terkena tamparan. Tangan yang sempat diayunkan temannya itu
sama sekali tidak menyentuh pipinya sedikitpun. Perasaan takut yang sempat
menghantuinya pelan-pelan memudar begitu melihat sesosok laki-laki tengah
menahan tangan temannya itu dengan kuat.
“Lepaskan!” Pemilik
tangan itu berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman laki-laki itu. Dia
bernama Mario. Seorang laki-laki yang selalu mengganggu Cakka. Bersama dengan
Elle, temannya yang begitu tomboi, mereka selalu membuat Cakka menangis.
Padahal, mereka sama-sama berumur tujuh tahun. Sekelas pula di sekolah.
“Ellose Karayne!”
Cakka langsung menghampiri kakaknya.
Sang pemilik nama
segera menoleh dan tersenyum padanya. Sambil menahan dorongan tangan Mario dan
Elle, ia menyahut, “Kamu pulang saja. Biar aku yang mengurus dua bocah ini.
Bunda sedang mencarimu!”
Cakka menggeleng. Ia
tak mau meninggalkannya sendirian dalam keadaan seperti itu. Dua orang teman
yang hampir menamparnya itu adalah anak-anak nakal. Ia jelas tak mau melihat
kakaknya pulang dengan luka-luka. “Aku ingin membantu!”
“Anak tak berguna
sepertimu bisa apa?” ejek Mario.
“Belum diapa-apakan
saja sudah menutup mata!”
Ellose Karayne yang
akrab dipanggil Elang itu memandang mereka berdua tajam mendengar ucapan tak
baik mereka. Kemudian, ia menoleh lagi kepada adiknya. “Pulang, Chase Karayne.”
“Tapi...”
“Ah!” Mario dan Elle
seketika berhasil melepaskan tangan Mario yang ditahan olehnya. Ia mundur
beberapa langkah karena dorongan kuat yang mereka lakukan. Cakka segera
bersembunyi di balik tubuhnya. Ia sangat takut melihat kedua teman sekelasnya.
Masalahnya, mereka sudah sering bertengkar dengan kakaknya karena hal-hal
sepele. Cakka takut kakaknya terluka lagi seperti pertengkaran-pertengkaran
sebelumnya.
“Sudah cukup kalian
mengganggu adikku! Sebaiknya kalian pulang dan belajarlah bagaimana caranya
bersikap santun kepada orang lain! Jangan kalian pikir aku takut pada kalian
karena kalian sering meninggalkan luka di tubuhku!” sahut Elang dengan wajah
kesal.
Mario dan Elle
tersenyum sinis mendengar ucapan Elang. Mario menyahut kepada Elle, “Setiap
kali Cakka diganggu kita, dia selalu bersembunyi di balik tubuh penjaganya.
Manja sekali dia.”
“Sudah, ayo kita
pergi. Nanti ada yang menangis-menangis meminta bantuan orang lain agar
menolongnya. Hampir sama seperti anjing yang hampir tenggelam dalam air.” kata
Elle ikut mengejek. Kemudian, mereka berdua langsung pergi meninggalkan Cakka
dan Elang.
Setelah mereka
hilang dari pandangan, Elang berjalan mendahului Cakka dan berjongkok. Tanpa
aba-aba, Cakka langsung segera naik ke punggungnya. Setelah itu, mereka
langsung segera berjalan pulang agar tidak membuat orang tua mereka khawatir.
Mereka cukup lega masalah kali ini tidak menjadi urusan panjang. Bagaimanapun
juga mereka sudah banyak merepotkan orang tua mereka karena perkelahian yang
terjadi di antara mereka dengan dua anak nakal itu. Elang sampai tidak habis
pikir, alasan apa yang mereka punya untuk mengganggunya terus-menerus. Padahal,
selama ini Cakka tak pernah melakukan kesalahan kepada mereka.
Elang mengakhiri
gendongannya dan menggandeng tangan Cakka masuk ke dalam rumah begitu mereka
sampai di tempat mereka berteduh. Setelah melepaskan sepatu, mereka langsung
melangkah menuju kamar. Bunda pasti sedang sibuk memasak di dapur, Ayah sudah
pasti bekerja. Elang sudah cukup dewasa untuk tidak mengganggu mereka.
Kamar Cakka dan
Elang tidak terlalu besar. Hanya sebuah ruangan dengan dua tempat tidur dan
sebuah meja belajar panjang untuk mereka pakai saat mengerjakan tugas.
Lantainya dilapisi oleh karpet berwarna merah yang nyaman. Dan di tengah-tengah
tempat tidur mereka terdapat sebuah jendela kecil. Mereka berdua sangat senang
bermain di sana jika sedang mempunyai banyak waktu senggang.
Elang segera
menghampiri meja belajarnya untuk melanjutkan tugas sekolah yang belum ia
selesaikan. Umurnya berbeda empat tahun dengan Cakka. Ia sudah berumur sebelas
tahun. Cakka baru masuk SD, sementara dirinya sudah masuk kelas empat SD. Tugas
sekolahnya jelas lebih banyak dibanding dengan Cakka yang sekolahnya masih
terkesan main-main. Sambil menuliskan jawaban dari soal-soal yang harus
dikerjakan, ia berusaha menahan amarahnya karena mengingat dua bocah yang mengganggu
adiknya tadi.
Sejak kecil, Ayah
selalu mengajarkan Elang agar selalu menjadi laki-laki yang sejati. Sudah
beribu-ribu kali Ayah mengatakan kepadanya agar selalu menjadi orang yang
selalu membela yang benar apapun resikonya, karena laki-laki yang sejati adalah
laki-laki yang selalu menegakkan kebenaran. Ayah selalu memberinya contohnya
seperti menolong orang lain yang kesusahan, menghargai orang-orang di sekitar
dan tentu saja bersikap bijak. Itu sebabnya, Elang tidak ingin Cakka diganggu
oleh siapapun. Cakka adalah adik satu-satunya yang ia punya dan Elang tentu
saja menyayanginya. Siapapun yang berani membuat adiknya tidak nyaman, akan
merasakan juga bagaimana rasanya dibuat tidak nyaman. Bahkan mungkin akan
dibalas lebih kasar oleh Elang. Tapi, tentu saja Elang hanya melakukan itu
untuk melakukan hal baik, karena sesungguhnya ia tak suka berkelahi.
Sambil menemani
kakaknya belajar, Cakka mengambil gitar kecilnya di dalam lemari bajunya.
Lemari yang memiliki banyak laci dan satu ruang kosong yang cukup besar itu
terlalu kosong jika hanya diisi dengan baju-baju mereka berdua. Baju Cakka dan
Elang tidak terlalu banyak, sehingga menyisakan banyak ruang kosong di dalam
lemari itu. Dan dengan polosnya Cakka menaruh gitar kecilnya di sana. Aneh. Itu
kata orang-orang. Tapi, Cakka sama sekali tak perduli mendengar celaan orang
lain atas perbuatannya itu.
“Hei, Kka...” Elang
menghentikan tangannya yang sibuk menulis, kemudian menoleh ke arah Cakka yang
sibuk memetik gitar di atas tempat tidur. Cakka juga melakukan hal yang sama
begitu mendengar suara kakaknya. Elang beranjak dari tempat duduknya dan
langsung duduk di hadapan Cakka. “Sebenarnya apa masalahmu dengan mereka?”
Cakka menggeleng.
“Aku tidak tahu. Mereka hanya suka mengangguku.”
“Tanpa alasan? Apa
mereka tak pernah diajarkan orang tua untuk bersikap baik kepada semua orang?
Aku kesal melihatnya. Aku benar-benar ingin mereka merasakan bagaimana rasanya
diganggu.”
Cakka menggeleng.
“Ayah pernah bilang, laki-laki yang sejati tak pernah melakukan kekerasan terhadap
orang lain karena menuruti emosinya. Aku tidak terlalu mengerti maksudnya, tapi
Mas Elang pasti mengerti.”
“Tapi, aku tidak
terima kamu selalu diganggu seperti itu!”
“Aku juga tidak
ingin mereka mengganggu terus. Tapi, aku yakin, suatu saat nanti, mereka pasti
berhenti menggangguku.” kata Cakka. “Aku bercita-cita menjadi musisi. Nanti
ketika aku sudah berhasil, mereka pasti kembali baik padaku. Karena di sekolah,
mereka baik sekali kepada Gabriel, teman sekelasku yang selalu juara kelas.”
Elang diam.
Cakka tersenyum
kecil. “Aku juga tak suka melihatmu selalu terluka karena bertengkar dengan
mereka untuk melindungiku. Namun, karena Mas Elang selalu melindungiku, aku
jadi tahu kalau Mas Elang bukan hanya hadir sebagai kakakku, tapi juga sosok
pahlawan untukku. Aku akan baik-baik saja selama Mas Elang ada di sampingku.”
Elang tersenyum
manis mendengar ucapan Cakka. Perlahan-lahan, ia memeluk Cakka dengan erat. Ia
benar-benar sayang dengan adiknya itu. “Itu sudah tugasku, Kka.”
Cakka mengangguk.
“Asal Mas Elang ada di sampingku, aku tidak keberatan diganggu terus oleh Mario
dan Elle. Karena aku tahu, Mas Elang pasti akan melindungiku dari mereka.”
“Elang! Cakka! Sudah
sore! Ayo makan dulu!”
Elang melepaskan
pelukannya begitu mendengar teriakan Bunda dari lantai bawah. Ia saling
bertatap muka dengan Cakka, kemudian tertawa bersama karena merasa lucu
mendengar suara Bunda yang bisa terdengar jelas sampai ke kamar mereka. “Iya,
Bunda!!”
Dengan riang
gembira, mereka langsung turun ke bawah untuk segera makan malam. Bunda
terkenal pintar memasak. Semua makanan yang dibuatnya selalu terasa enak di
lidah. Tak heran mereka berdua langsung lari menuju ruang makan begitu
mengetahui makanan mereka sudah siap. Mereka tak pernah mau melewatkan masakan
enaknya. Masalah yang mereka bicarakan tadi seketika terlupakan dari pikiran
mereka.
JANGAN LUPA KOMENTARNYA DIBAWAH INI :)